Apa yang akan Terjadi Bila Operasi Militer Dilakukan di Papua? inilah jawaban nya...


Wacana akan dilakukannya operasi militer di Papua untuk menangani pergerakan kelompok bersenjata, bukanlah hal yang tepat. Hal itu dikemukakan peneliti senior isu Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth.

Alasannya operasi militer bukan hal tepat, menurut dia, kekerasan yang dibalas dengan kekerasan, tidak akan menuntaskan masalah pokok masyarakat Papua.

"Lebih baik, operasi militer jangan pernah dilakukan. Tindakan represif dari aparat keamanan, justru akan menambah semangat kelompok bersenjata untuk membalas," jelasnya saat ditemui di Kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (7/12/2018)

Lebih dari itu, dia mengingatkan kepada pemerintah untuk menuntaskan permasalahan yang selama ini tidak tertuntaskan di Papua, baik dari isu Hak Asasi Manusia, hingga pembangunan sumber daya manusia.

Selama ini, dirinya melihat ada satu hal yang mendasar bagi warga Papua, yakni, diskriminasi terhadap warga asli.


Diskriminasi yang dimaksud adalah stigma kepada orang Papua yang masih negatif dibanding dengan pendatang.

Padahal, lanjutnya, jika dicermati, warga Papua hanya menginginkan hak mereka yang harus diakomodir oleh negara.

"Mereka hanya ingin kewajiban negara, seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan terlaksana secara baik. Sehingga, saya menilai, dibanding melakukan operasi militer, lebih baik melakukan pendekatan yang lebih lunak (soft approach)," urainya.

Pembangunan infrastruktur yang digalakkan oleh pemerintah di Papua melalui Trans-Papua, dianggap sebagai suatu terobosan positif.

Adriana pun mengapresiasi langkah tersebut.

Kendati demikian, ia menjelaskan, pemerintah juga harus selaras dalam pembangunan sumber daya manusia Papua.

"Pembangunan manusia tidak kalah penting. Hal ini harus berjalan beriringan, jangan hanya pada infrastruktur tetapi, manusianya tidak diberi pengembangan," kata dia.

Hal tersebut juga sekaligus menjawab pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang angkat bicara terkait, dugaan pembunuhan 31 pekerja proyek jalan Trans Papua, di Kabupaten Nduga, Papua, oleh kelompok bersenjata.

JK yang ditemui usai pembuka Kongres Persatuan Insinyur Indonesia (PII), di Padang, Sumatera Barat, mengatakan akan ada operasi besar-besaran yang dilakukan TNI dan Polisi, di wilayah Papua.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto memantau langsung proses evakuasi jenazah di Bandara Mozes Kilangan Timika, Jumat (7/12/2018). (Dok. Istimewa)

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto memantau langsung proses evakuasi jenazah di Bandara Mozes Kilangan Timika, Jumat (7/12/2018). (Dok. Istimewa) (Dok. Istimewa)

Sebab, ujar JK, ada dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan kelompok bersenjata.

"Kasus ini ya polisi dan TNI harus operasi besar-besaran, karena ini jelas masalahnya mereka (kelompok bersenjata) yang menembak, mereka yang melanggar HAM tentunya," ujar Kalla.

Ia mengatakan, selama ini pemerintah telah melakukan berbagai pola pendekatan, namun TNI dan Polisi selalu menjadi pihak yang dianggap melanggar HAM.

"Ya sering pola seperti ini ingin lebih soft supaya jangan dituduh kita (pemerintah) yang melanggar HAM, padahal ini yg melanggar HAM itu siapa? mereka kan yang melanggar HAM," ungkapnya.

Jusuf Kalla juga mengatakan jika selama ini pemerintah sudah melakukan upaya persuasif agar pihak separatis mau kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Namun upaya persuasif pemerintah, TNI dan Polri itu malah dianggap sebagai pelanggaran HAM.

Namun sekarang terbukti siapa pelanggar HAM sebenarnya.

"Ya sering pola seperti ini ingin lebih soft supaya jangan dituduh kita (pemerintah) yang melanggar HAM, padahal ini yangg melanggar HAM itu siapa? mereka kan yang melanggar HAM," ungkap Jusuf Kalla.

Sebelumnya telah terjadi pembunuhan sadis yang dilakukan KKB pimpinan Egianus Kogoya terhadap 19 orang pekerja Trans Papua pada Minggu (2/12) di Nduga.

Dugaan penyebab pembunuhan ketika seorang pekerja trans papua mengambil foto upacara peringatan HUT OPM.

Berang, KKB lantas membantai para pekerja tersebut.

Buntut Penangkapan Angga dan Ahmad, Polisi Buru D Pemasok Ribuan Pil Ekstasi di Jambi

Kisah Nyata! Selamatkan Teman Seperjuangan, Anggota Kopassus ini Berlari Bawa Granat ke Arah Musuh

Buktikan Keaslian Cerita, Kopassus Nekat Masuk Lembah X yang Santer Diisi Suku Pemakan Manusia

Aparat Diminta Tetap Utamakan Prinsip HAM

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta aparat keamanan mengedepankan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dalam menangani pembunuhan puluhan pekerja konstruksi oleh kelompok bersenjata di Kabupaten Nduga, Papua, Minggu (2/12/2018).

Menurut Usman, penanganan peristiwa tersebut tidak boleh mengarah pada bentuk pelanggaran HAM lainnya.

"Yang sangat penting untuk dipastikan saat ini adalah respons aparat keamanan terhadap pembunuhan tersebut tidak boleh mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut," ujar Usman melalui keterangan tertulisnya, Rabu (5/12/2018).

"Aparat keamanan memiliki banyak rekam jejak yang tidak sesuai dengan prinsip penegakan hak asasi manusia dalam melakukan operasi keamanan, dan tragedi mengerikan di Nduga ini tidak boleh dijadikan alasan bagi mereka untuk kembali bertindak demikian," ucapnya.

Usman mengatakan, aparat keamanan harus melakukan investigasi yang cepat, menyeluruh, independen dan tidak memihak terhadap serangan tersebut.

Selain itu pihak berwenang juga harus memastikan semua yang terlibat dibawa ke pengadilan dan melalui proses yang adil, tanpa harus berujung pada hukuman mati.

Amnesty International, kata Usman, sadar akan kondisi lapangan yang kompleks di mana aparat penegak hukum sering berada di situasi berbahaya ketika melaksanakan tugas di wilayah Papua.

Namun, aparat penegak hukum perlu memastikan penghormatan penuh terhadap hukum HAM internasional, termasuk perlindungan terhadap hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan, dan mengikuti standar internasional tentang penggunaan kekuatan.

Proses evakuasi jenazah di Puncak Kabo, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga lokasi penembakan yang dilakukan kelompok KKB.

Proses evakuasi jenazah di Puncak Kabo, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga lokasi penembakan yang dilakukan kelompok KKB. (John Roy Purba/Istimewa)

"Kegagalan untuk menghormati hak asasi manusia akan berkontribusi pada siklus permusuhan dan kekerasan yang semakin meningkat dengan risiko lebih banyak nyawa yang hilang maupun dalam bahaya, termasuk risiko bagi aparat penegak hukum," kata Usman.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengungkapkan berdasarkan informasi sementara, terdapat 20 yang tewas, yaitu 19 pekerja dan satu anggota TNI yang gugur, di Kabupaten Nduga, Papua.

Mereka dibunuh oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) saat membangun jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak di jalur Trans Papua, Kabupaten Nduga.

Akibat kejadian tersebut, proyek Trans Papua yang dikerjakan sejak akhir 2016 dan ditargetkan selesai 2019 itu dihentikan untuk sementara waktu. (tribunnews.com)

0 Response to "Apa yang akan Terjadi Bila Operasi Militer Dilakukan di Papua? inilah jawaban nya..."

Post a Comment